Kamis, 16 April 2009

Indonesian teve programme need improvement

Food is a central activity of mankind and one of the single most significant trademarks of a culture.”
Mark Kurlansky, 'Choice Cuts' (2002)

Pagi itu enam bulan yang lalu, disaat saya sedang menikmati sarapan pagi. Saya ingin menyantap potongan buah pepaya jingga dan meneguk perasan jeruk manis segar sambil menonton televisi. Saya menekan tombol-tombol remote control mencari siaran kuliner. Seluruh stasiun tidak ada yang menyiarkan acara masak-memasak. Dahulu saya sering melihat wajah Rudy Choiruddin, Sisca Utomo di layar kaca. Namun Nopember 2008 ketika saya pulang ke tanah air, sangat sulit mencari siaran yang berhubungan dengan kuliner.

Pagi ini saya membuka Facebook, seorang teman pembawa acara siaran Kouzina tis Mamas ( Dapur Ibu) dari Alpha teve sedang shooting di Australia. Saya tidak kaget jika sebuah saluran teve memilih shooting acara memasak hingga ke luar Yunani. Karena siaran kuliner di Yunani merupakan program yang diminati dan setiap stasiun televisi saling berlomba merebut jumlah pemirsa yang paling banyak. Di Yunani setiap hari diadakan polling untuk acara yang paling diminati.

Ada puluhan saluran televisi swasta di Yunani, setiap pagi antara jam 9 hingga 12 siang menampilkan program berisi acara masak-memasak. Hingga saya kadang kerepotan memilih saluran yang yang harus ditonton, akibat semua saluran menampilkan resep dan tips memasak yang sangat menarik. Iklan pendukung acara juga berlomba tampil dengan berbagai produk rumah tangga, seperti pakaian, sepatu, alat dapur, supermarket dll.

Jika saya boleh berpendapat, bahwa perilaku ibu rumah tangga (yang bekerja di rumah dan karir di kantor) dipengaruhi oleh tampilan media. Sikap, tindakan dan pilihan seorang ibu rumah tangga tanpa sadar dipengaruhi oleh koran, majalah, teve yang dia baca dan lihat. Di Yunani setiap ibu rumah tangga dari strata sosial bawah hingga atas, memilih memasak sendiri hidangan di rumah untuk keluarganya. Jika pun memilih pergi ke restoran hanya sekedar sebagai rekreasi yang dilakukan pada hari Sabtu atau Minggu saja. Dan hal tersebut tidak dilakukan setiap minggunya. Ada beberapa TKI yang saya wawancarai, mengatakan bahwa dalam hal masak-memasak majikan mereka melakukannya sendiri. Kecuali majikan yang milyuner seperti raja kapal, dia mempunyai tukang masak khusus di rumahnya. Gaji tukang masak berkisar dari 1500 euro (tenaga kerja Philipina) hingga ribuan euro bagi seorang chef.

Semakin banyaknya warung, restoran dan penjaja makanan kaki lima di Indonesia, Jakarta khususnya mencerminkan bahwa mayoritas masyarakatnya memilih membeli hidangan yang sudah jadi. Tidak perlu repot memasak, tidak bingung memilih resep dan meracik bumbu dan rasanya pasti enak (apalagi dengan tambahan msg; monosodium glutamat di Eropa dilarang dijual). http://www.becomehealthynow.com/article/dietbad/32/

Jika saja tayangan sinetron dari pagi hingga larut malam bisa digantikan satu program yang menampilkan acara kuliner, saya yakin akan banyak pemirsa di Indonesia yang berterima kasih. Khususnya mereka para ibu rumah tangga yang peduli akan gizi dan kesehatan keluarganya. Saya juga yakin ribuan chef Indonesia akan mendapat penghargaan yang layak, walau tidak harus bersaing dengan para pengusaha pemilik warteg (warung Tegal), warpad (warung Padang), warsun (warung Sunda) atau warbal (warung Bali) dan warlom (warung lombok) dll. Tidak harus wajah ahli kuliner terkenal yang tampil di layar kaca teve Indonesia. Seperti halnya di Yunani. Banyak stasiun teve memilih pembawa acara masaknya, hanya seorang anak muda ataupun ibu rumah tangga. Jika tampil chef hanya sebagai tamu saja. Sehingga biaya produksi tidak mahal.

Jika dianggap membeli tayangan kuliner asing lebih murah dibanding produksi sendiri. Bisa saja jenis sinetron yang tidak mendidik, digantikan dengan program lingkungan. Di Sky teve Yunani setiap hari ada program tentang bahaya limbah, perusakan lingkungan dan masalah hutan, dll. Indonesia negara kaya sumber daya alam. Hanya saja tidak pernah dipedulikan oleh para pembuat program teve di negeri ini.

Semoga suatu saat saya bisa menikmati sarapan pagi sambil melihat acara kuliner ataupun acara yang bermanfaat di layar kaca. Masyarakat Indonesia yang sehat dan tidak sakit-sakitan. Tidak melihat banyak antrian di puskesmas dan rumah sakit.

Megara, 16 April 2009.

Tidak ada komentar: