Kamis, 03 Januari 2008

Mengapa Saya Menulis?


“Tajamnya sebuah pena, lebih tajam dari sebilah pedang” Orang Bijak


Sejak kecil jika ditanya oleh orang, “cita-citanya mau jadi apa?”
Jawaban yang diajarkan oleh ayah atau mama bukan jadi Penulis. Memang saya sejak awal selalu diarahkan harus menjadi dokter. Hal ini terbukti ketika saya duduk di bangku SMA kelas satu dan harus menentukan jurusan yang dipilih, maka ayah memaksa saya agar masuk IPA.

Saya katakan pada ayah, ingin masuk IPS. Saya suka ilmu sosial. Ayah marah dan saya harus turuti perintah ayah. Demikian juga ketika saya lulus SMA dan ikut SIPENMARU, ayah melarang untuk mengambil pilihan jurusan Hukum dan Ekonomi. Alasan ayah katanya wanita tidak boleh jadi Hakim menurutnya. Akhirnya saya memilih pilihan pertama Kedokteran, kedua Biologi dan ketiga Sosiologi. Hasilnya saya lulus masuk ke jurusan Sosiologi.

Lulus kuliah langsung dapat kerja, tetapi saya tidak bisa mengetik dengan semestinya. Ayah pernah mengajarkan saya mengetik yang benar, sayang saya tidak serius. Hingga saat ini saya mengetik dengan dua telunjuk. Ayah saat ini sudah tua (86 tahun) dan saya sangat menyesal tidak berguru banyak pada ayah.

Kerja sebagai peneliti membutuhkan saya banyak menulis dan membaca. Hanya ketika itu saya tidak pernah berpikiran mau menjadi penulis yang professional. Anggapan saya ketika itu, bekerja sebagai wartawan atau penulis hanya milik jurusan Komunikasi dan Jurnalistik.

Lambat laun, hobi menulis kembali muncul. Di kantor ada majalah kantor yang terbit tiap bulan dan pengurusnya mendapat honor diluar gaji. Saya akhirnya ikut menjadi redaksi majalah kantor yaitu Warta Pegadaian dan mengurus kolom “Profil”. Tahun 1996 jurnalis dikirim kursus ke Kebon Sirih atas biaya kantor, disanalah kami kursus di gedung PWI.


Hasil kursus hanya memperbaiki gaya tulisan saya di kolom profil. Anggapan saya bahwa tulisan tersebut sudah cukup bagus untuk standar majalah kantoran.

Tahun 2003 saya terpaksa pindah ke negara suami. Sejak menikah dan hamil, tinggal di negeri asing, mengalami kejutan budaya dan sudah jarang membaca buku. Internet hanya digunakan untuk mengikuti milis agama.

Setelah empat tahun menganggur akhirnya saya bangkit dan mulai menulis. Tulisan saya lebih mendekati ke memoir, kisah hidup diri sendiri. Saya mencari kursus yang online untuk belajar menulis

Sebagai ibu rumah tangga dengan tiga anak, saya kerepotan jika kursus keluar dari rumah. Saya mempunyai keinginan yang kuat agar piawai menulis. Akhirnya saya menulis di milis pemberitahuan mencari kursus menulis online. Saya temukan ada kursus online. Sekolah Online BelajarMenulis yang dikelola oleh Founder Milis Penulis Lepas; Bung Jonru.

Keunggulan dari kursus BelajarMenulis ini antara lain; pertama, biaya kursus cukup terjangkau dan tidak mahal. Uang sisa belanja yang ditabung setiap minggu, saya gunakan untuk membayar lunas 6 bulan kursus. Kedua, online kursus dengan sistem chatting sehingga menyenangkan dan terasa segar di pikiran. Ketiga, bisa berkenalan dengan teman sesama peserta kursus yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda. Terakhir BelajarMenulis memberi banyak informasi baru seputar dunia tulis menulis.
Keunggulan lainnya adalah moderator yang sangat cekatan dan sigap. Materi hasil kursus lengkap dikirim oleh moderator ke setiap email peserta.

Kelemahan dari kursus ini adalah kurang efektif. Sebabnya jadwal kursus online hanya seminggu sekali dan pengulangan di hari berikutnya. Jarang diberi tugas menulis, sehingga sebagai peserta merasa kurang disiplin. Mentor yang hanya seorang saja, menyebabkan materi yang dipelajari kurang fokus. Kelemahan lainnya adalah BelajarMenulis belum membantu peserta agar dapat berkenalan dengan media massa dan penerbit. Sebab bukankah setiap tujuan penulis agar tulisannya dapat dimuat atau diterbitkan?


Saya masih suka menulis setiap hari dan hasilnya telah terbit sebuah buku yang ditulis bersama beberapa teman kontributor. Buku berjudul LOve and ShOck . Setiap hari saya menulis terus, beberapa artikel di milis-milis. Saya senang banyak mendapat email yang merespon baik tulisan saya. Tulisan mengenai motivasi diri dan masalah seputar dunia pemasaran buku.





2 komentar:

Jonru mengatakan...

Mbak Tati...
Terima kasih banyak ya, atas dukungan dan masukan-masukannya.

Berikut saya coba jawab kritikannya ya:

"kurang efektif. Sebabnya jadwal kursus online hanya seminggu sekali dan pengulangan di hari berikutnya."

==>> Sebenarnya, pengulangan kursus online itu ada maksudnya. Rabu siang diperuntukkan bagi siswa yang biasa online di jam kerja. Kamis malam diperuntukkan bagi siswa yang terbiasa online di malam hari, atau tinggal di luar negeri yang waktunya berbeda dengan Jakarta.

Dalam prakteknya, banyak siswa yang menghadiri jadwal Rabu dan Kamis sekaligus, sehingga merasa ada pengulangan. Padahal mereka sebenarnya cukup mengikuti satu kali saja, yakni Rabu atau Kamis.

===>> jadwal kursus online hanya seminggu sekali, saya kira itu sudah cukup optimal ya. Sebab yang paling diharapkan dari sekolah online ini adalah SISTEM BELAJAR MANDIRI. Lagipula, tidak semua siswa seperti Mbak Tati yang bisa online kapan saja. Bahkan, banyak di antara mereka yang sulit untuk mengikuti kelas online seminggu sekali.

lagipula, bukankah ada asistensi online via YM yang bisa kapan saja, selagi mentornya sedang online?

Jadi, tak ada masalah, bukan?

"Jarang diberi tugas menulis, sehingga sebagai peserta merasa kurang disiplin."

===>> Thanks atas kritikannya. Pada dua bulan terakhir dari jadwal sekolah online ini, kita sudah mulai menggiatkan praktek menulis dan banyak latihan. Diharapkan ini akan menjadi ajang untuk memperbaiki kualitas tulisan para siswa.

"Mentor yang hanya seorang saja, menyebabkan materi yang dipelajari kurang fokus."

===>> Ya, karena kemarin itu baru angkatan 1, jumlah siswa masih sedikit, tentu kita baru bisa menyediakan satu mentor. Sebab ini juga terkait dengan masalah anggaran dana. Penambahan mentor tentu berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan, sebab mentor juga perlu digaji :)

Jika siswa angkatan II nanti banyak, insya Allah akan lebih banyak mentor yang terlibat.

"Kelemahan lainnya adalah BelajarMenulis belum membantu peserta agar dapat berkenalan dengan media massa dan penerbit. Sebab bukankah setiap tujuan penulis agar tulisannya dapat dimuat atau diterbitkan?"

====>> sekarang kita lagi proses menerbitkan buku di sebuah penerbit. Jadi, jangan khawatir ya.

thanks banget

Jonru

Stanley Sutrisno mengatakan...

Saya sangat tertarik dengan artikel ini. Saya rasanya juga sudah waktunya untuk menulis agar bisa sharing pengalaman yg memberi manfaat bagi orang lain. Tetapi masalahnya saya belum pernah menulis buku. Kalau nulis di bulletin, surat pembaca, atau artikel On-line sudah lumayan sering. Ibu bisa ngasih saran ke saya agar saya bisa segera menjadi penulis? Saya tunggu saran Ibu. Thx.